Beberapa kawan sering
kali bertanya tentang hukum jual beli "PULSA". Ya pulsa handphone yang
seing kita gunakan untuk menelepon dan ber-sms, atau juga berinternet.
Apakah itu jual beli yang sah dalam syariah? Yang mereka permasalahkan
ialah adanya perbedaan juamlah uang yang dibayarakn dan uang yang
diterima.
"Beli pulsa 50.000,- tapi kok bayarnya 52.000,-, nah berarti kan ada penambahan nilai, bukannya itu haram? Kan termasuk Riba" begitu kata sebagian kawan saya. Ada juga yang mengatakan, "itu kan namanya kita membeli barang yang tidak Nampak, apakah boleh?".
Salah satu bentuk Riba
yang diharamkan dalam syariah ialah "Riba Fadhl" [Riba Penambahan],
yaitu Riba yang terjadi karena adanya penambahan nilai pada jenis
"pertukaran" atau jual beli barang-barang Ribawi [barang yang termasuk dalam hadits Riba].
Dan "Uang" yang merupakan alat tukar itu termasuk dalam kategori barang Ribawi itu tadi. Jadi kalau meu saling menukar mata uang, haruslah dalam jumlah yang sama, tidak boleh lebih atau kurang. Dan harus "taqoobudh", (bayar Tunai). Tidak boleh menunda.
Jadi kalau tukar uang
50.000,- haruslah dengan nilai yang sama yaitu 50.000,- walau dengan
pecahan yang berbeda. Nah atas dasar inilah, beberapa kawan beranggapan
bahwa jual beli Pulsa itu diharamkan karena termasuk Riba.
secara kasat mata memang
beli pulsa itu sepertinya kita membeli "uang". Tapi sejatinya kalau
dilihat lebih dalam, ternyata kita tidak membeli "uang", yang beli ialah
jasa. Jasa yang memang disediakan oleh Provider seluler kepada
pelanggannya untuk digunakan sebagai mestinya, entah menelpon, sms,
atau juga internet dan sebagainya.
Istilah kasarnya begini, "kalau
mau nomor ente dilayanin, diaktifin buat bisa nelpon, sms, internetan
juga. Nah Ane (provider) punya jasa itu. Beli jasa itu dari ane!", kira-kira begitu kasarnya.
Nah jasa itu pun punya
kadar dan batasnya. Kalau hanya 20.000,- ya provider akan memberikan
jasanya senilai itu saja tidak lebih (beda kalau lagi promo, biasanya
banyak bonus).
Dalam kaidah fiqih ketika membicarakan masalah akad jual beli ada istilah
العبرة في العقود بالمقاصد والمعاني لا بالألفاظ والمباني
"Yang Jadi Patokan itu ialah Maksud dan maknanya, dan bukan bentuk atau Lafadznya"
Jadi syariat ini dalam
masalah muamalat tidak melihat bentuk zahirnya, tapi melihat makna dan
maksud dari akad yang dijalankan itu. Secara kasat mata memang itu
seperti jual beli "uang", tapi sejatinya itu ialah beli "jasa" bukan
beli "uang". Dan memang "Pulsa" bukan "uang".
Bukti nyata kalau
"pulsa" itu bukan uang ialah, kita tidak bisa membeli suatu barang
dipasar atau dimanapun itu dengan pulsa. Dengan menunjukkan pulsa di
handphone kemudian kita bisa membeli barang, kan tidak bisa. Padahal
hakikatnya, uang itu ialah alat tukar-menukar. Dan pulsa tidak bisa
digunakan untuk itu, maka itu bukan "uang".
Nah karena ini pembelian
"jasa", maka nilai yang diberikan ialah boleh sama, boleh lebih, dan
boleh juga kurang. Sama seperti membeli barang pada umumnya. Jadi tidak
ada prkatek "Riba" dalam jual beli Pulsa. Dan juga tidak ada yang
namanya pembelian "barang ghaib", yang kita beli ialah jasa.
Kalau pun masih
mempermasalahkan tentang penambahan uang itu, itu ialah biaya
administrasi atau dengan istilah yang lebih akrab "Uang capek" yang
memang digunakan sebagi upah pekerjaan si provider itu tadi. Dan tidak
ada masalah.
Wallahu A'lam.